
Mahesa Jenar
pergi mengembara meninggalkan Istana Demak karena perselisihan soal keyakinan
agama (Mahesa Jenar adalah murid Syekh Siti Jenar, seperti juga Ki Kebo Kenanga
alias Ki Ageng Pengging) dan karena hilangnya pusaka-pusaka Kesultanan Demak,
di antaranya keris-keris Kiai Nagasasra dan Kiai Sabuk Inten. Keris-keris itu
ternyata tengah menjadi rebutan tokoh-tokoh golongan hitam, karena dianggap
bisa menjadi sipat kandel (modal spiritual) bagi penguasa Tanah Jawa.
Sementara itu
dalam perjalanannya menemukan kembali keris Nagasasra dan Sabukinten, Mahesa
Jenar menemukan beberapa persoalan lain yang saling kait mengait. Menghilangnya
ayah Rara Wilis, yang kemudian menjadi kepala gerombolan di Gunung Tidar.
Sementara itu sahabatnya, Ki Ageng Gajah Sora yang menjadi Kepala Daerah
Perdikan Banyu Biru, difitnah oleh adiknya, Ki Ageng Lembu Sora, yang tamak
ingin menguasai wilayah Banyu Biru, dan pada akhirnya harus ditangkap dan
ditahan di Demak. Dalam pada itu, semua gerombolan dari golongan hitam itu
berdatangan menyerbu ke Banyu Biru, karena adanya isu keberadaan keris
Nagasasra dan Sabuk Inten di daerah tersebut. Mahesa Jenar, dengan dibantu
sahabat-sahabatnya, berupaya keras menyelamatkan Banyu Biru dari bencana,
sambil mendidik Arya Salaka sebagai pewaris wilayah Banyu Biru di masa depan.
Sedangkan keris-keris Nagasasra dan Sabuk Inten diselamatkan oleh seorang sakti
yang selalu diliputi oleh rahasia, namun sangat dihormati oleh Baginda Sultan
Trenggana dari Demak.
No comments:
Post a Comment